Pendapatan
Nasional ialah Pendapatan yang dihasilkan suatu negara dalam periode tertentu
yang berasal dari penggunaan faktor-faktor produksi yang tersedia. Pendapatan
Nasional dapat dijadikan indikator kemampuan dan kualitas sumberdaya yang
dimiliki suatu negara. Semakin baik sumberdaya suatu negara, maka relatif besar
pula Pendapatan Nasional-nya. Sumberdaya disini tidak hanya terbatas Sumberdaya
Alam, tapi juga termasuk Sumberdaya Manusia. Contohnya Jepang walaupun
Sumberdaya Alam sedikit akan tetapi Sumberdaya Manusia yang unggul membuat
Pendapatan Nasional-nya tinggi.
Data
Pendapatan Nasional suatu negara diperlukan untuk mengetahui tingkat kemakmuran
masyarakat suatu negara dan juga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi
dari tahun ke tahun. Selain itu data Pendapatan Nasional juga diperlukan untuk mengetahui struktur
ekonomi suatu negara. Data Pendapatan Nasional
ini tentu akan mempermudah pemerintah dalam mengambil kebijakan ekonomi
baik negara maupun daerah.
Pendapatan
Nasional dapat dikelompokkan dalam beberapa sektor usaha, yakni sebagai berikut :
1.
Sektor
Agro dan Kelautan; terdiri dari sub-sektor pertanian, sub-sektor perkebunan,
sub-sektor peternakan, dan sub-sektor perikanan.
2.
Sektor
Pertambangan; terdiri dari sub-sektor pertambagan migas dan sub-sektor
pertambangan non-migas.
3.
Sektor
Kekayaan Alam lain; terdiri dari sub-sektor air, sub-sektor tanah, dan lain
sebagainya.
4.
Sektor
Industri; terdiri dari sub-sektor industri besar dan sub-sektor industri UKM
5.
Sektor
Pariwisata; terdiri dari sub-sektor hotel, sub-sektor restoran, dan sub-sektor
tempat wisata.
6.
Sektor
Perhubungan; terdiri dari sub-sektor transportasi udara, sub-sektor
transportasi laut, dan sub-sektor transportasi darat.
7.
Sektor
Properti.
8.
Sektor
Distribusi Barang.
9.
Sektor
Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
10.
Sektor
Jasa Lain.
Konsep - Konsep Pendapatan Nasional
Berikut
adalah beberapa konsep pendapatan nasional
Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk
domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu
negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga
hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang
beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan
termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah
yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
Pendapatan
nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara
Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk
Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama
satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga
negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi
perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan
Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut
jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung.
Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan
kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan
perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh
setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan
kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer
(transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan
merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian
pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan
sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan
sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus
dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha
kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di
dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan
perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja
dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga
kerja tersebut tidak lagi bekerja).
Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan
yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk
dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi
tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh
dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung
(direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak
lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak
pendapatan.
Metode Penghitungan Pendapatan Nasional
Metode
perhitungan Pendapatan Nasional dapat dibagi menjadi 3 metode perhitungan,
yakni:
Metode
Produksi
Metode
Produksi menjelaskan bahwa Pendapatan Nasional diperoleh dari jumlah nilai
produksi sektor produktif yang dihasilkan seluruh Warga Negara didalam suatu
negara dalam periode 1 tahun. Hasil dari perhitungan Metode Produksi dikenal
dengan Produk Domestik Bruto (GDP).
Secara
Matematis Metode Produksi dapat dijadikan persamaan sebagai berikut:
dimana:
Pq = Harga Produk
Qn = Produk Masing-masing Sektor
Metode
Pendapatan
Metode
ini menjelaskan bahwa Pendapatan Nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan
pendapatan yang diterima dari faktor-faktor produksi. Perhitungan ini terdiri
dari variabel-variabel faktor produksi, yakni Upah (W), Modal Bunga (i), Sewa
(R), dan Kemampuan menghasilkan profit (P). Hasil penjumlahan ini disebut
dengan Pendapatan Nasional Netto (NNI)
Secara Matematis
Metode Pendapatan dapat dijadikan persamaan sebagai berikut:
Metode
Pengeluaran
Metode
ini menjelaskan bahwa Pendapatan Nasional diperoleh dengan menjumlahkan
pengeluaran terhadap barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara. Metode
ini terdiri RT Konsumen (C), RT Swasta (I), RT Pemerintah (G), dan Export Netto
(X-M). Hasil penjumlahan ini disebut
dengan Produk Nasional Bruto (GNP).
PENDAPATAN
NASIONAL SEBAGAI ALAT PEMBANDING
PERTUMBUHAN EKONOMI
Dari
data Pendapatan Nasional dari tahun ke tahun tentu dapat diketahui tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk dapat mengetahui perbandingan
pertumbuhan ekonomi dapat dicari
dengan rumus:
dengan rumus:
dimana:
GNPn = GNP
tahun ini
GNPn-1 = GNP tahun lalu
PENDAPATAN
NASIONAL SEBAGAI ALAT ANALSIS TINGKAT KEMAKMURAN
Tingkat
kemamuran dapat dilihat dengan membandingkan antara presentase pertumbuhan
ekonomi
dengan presentase pertumbuhan penduduk. Tingkat kemakmuran dapat dirumuskan: |
PENDAPATAN
NASIONAL SEBAGAI ALAT ANALSIS PENDAPATAN PERKAPITA
Pendapatan
Perkapita dapat dirumuskan dengan:
Masalah & Keterbatasan Perhitungan PDB
a. Perhitungan PDB dan Analisa Kemakmuran
Perhitungan
PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara,
dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk (disebut PDB per kapita). Menurut
PBB, sebuah negara dikatakan miskin bila PDB per kapitanya lebih kecil daripada
US$ 450,00. Berdasarkan standar ini, maka sebagian besar negara-negara di dunia
adalah negara miskin. Suatu negara dikatakan makmur/kaya bila PDB perkapita
lebih besar daripada US$ 800.
Kelemahan dari pendekatan di atas adalah tidak
memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya angka PDB per kapita
kurang memberikan gambaran rinci tentang kondisi kemakmuran suatu negara.
Misalnya, walaupun Amerika Serikat yang PDB perkapitanya US$ 29.080 (tahun
1997), namun negara itu masih terus bergelut dengan masalah kemiskinan dan pengangguran,
terutama di kalangan warga kulit hitam ataupun pendatang (kulit berwarna).
Bahkan secara absolut tampaknya jumlah penduduk miskin di Amerika serikat akan
bertambah.
Faktor
utama pemicu gejala di atas adalah masalah distribusi pendapatan.
Walaupun distribusi pendapatan di USA relatif
baik, tetapi belum sempurna untuk membuat seluruh penduduknya menjadi makmur.
Bahkan untuk faktor produksi non tenaga kerja, terutama uang dan modal,
distribusi penguasaannya sangat buruk. Pada tahun 1996, sekitar 46% aset
finansial dikuasai hanya oleh sekitar 1%
penduduk.
b.
Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Umumnya
ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan
dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik.
Ada hubungan yang positif antara tingkat PDB per kapita dengan tingkat
kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita, tingkat kesejahteraan sosial
makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan logika
sederhana. Jika PDB per kapita mkin tinggi, maka daya beli masyarakat,
kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik.
Sehingga gizi,
kesehatan, pendidikan, kebebabasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan,
kondisinya makin meningkat. Tapi dengan catatan, peningkatan PDB per kapita
disertai perbaikan distribusi pendapatan.
Masalah
mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi
nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan
fisik/ materi yang dapat diukur dengan nilai uang.
Sedangkan output yang tidak
terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan
menyandarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual tidak dihitung. Sebab,
dalam kenyataannya kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kemakmuran,
tetapi juga ketenangan batin.
Jadi
kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa kesejahteraan sosial di
negara-negara kaya(Amerika Serikat dan Jepang) adalah jauh lebih baik dibanding
di negara-negara miskin (misal Bhutan dan Nepal). Karena, tingkat kejahatan dan
tingkat bunuh diri di negara-negara kaya tersebut lebih tinggi di banding
negara-negara miskin.
c.
PDB Per Kapita dan Masalah Produktivitas
Untuk
memperoleh perbandingan produktivitas antar negara, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan:
1.
Jumlah
dan komposisi penduduk :
Bila
jumlah penduduk makin besar, komposisi-nya sebagian besar adalah penduduk usia
kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (> SLA), maka tingkat output
dan produktivitasnya dapat makin baik.
2.
Jumlah
dan struktur kesempatan kerja :
Jumlah
kesempatan kerja yang makin besar memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat
terlibat dalam proses produksi. Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat
produktivitas. Sekalipun kesempatan kerja sangat besar, tetapi semuanya adalah
kesempatan kerja sektor pertanian, produktivitas pekerja juga tidak tinggi.
Sebab sektor pertanian umumnya memiliki nilai tambah yang rendah. Jika
kesempatan kerja yang dominan berasal dari sektor kegiatan ekonomi modern
(industri dan jasa), maka output per pekerja akan relatif tinggi, karena nilai
tambah kedua sektor tersebut amat tinggi.
3.
Faktor-faktor
nonekonomi :
Yang
tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara lain etika kerja, tata nilai,
faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan. Jepang pantas menjadi negara yang
produktif sebab selain jumlah penduduk yang banyak, berpendidikan tinggi dan
umumnya bekerja di sektor modern, mereka juga memiliki etika kerja yang baik,
menjujung tinggi kejujuran dan penghargaan tergadap senior. Dan Jepang juga
merupakan negara yang selama kurang lebih 3.000 tahun terus menerus membangun
dirinya menjadi bangsa modern, walaupun pembangunan ekonomi modernnya baru
dimulai dua abad yang lalu.
d.
Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground
Economi)
Angka
statistik PDB Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik hanya
mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum
mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu negara. Misalnya, upah pembantu
rumah tangga di Indonesia tidak tercatat. Begitu juga dengan kegiatan petani
buah yang langsung menjual produknya ke pasar.
Di
negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan
oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi
oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di negara-negara maju, kebanyakan
kegiatan ekonomi yang tak tercatat disebabkan oleh karena kegiatan tersebut
merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum. Padahal, nilai transaksinya
sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat bius dan obat-obat terlarang
lainnya.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar